Para pengkaji percaya bahawa pelepasan hormon stres, keperluan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari sel-sel darah, menjadikan darah membeku ini menunjukkan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, degupan jantung meningkat melebihi keadaan normal , dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, ini menyebabkan kemungkinan terkena serangan jantung.
Memaafkan, adalah salah satu perbuatan yang membuat tahap kesihatan yang bagus, dan salah satu sifat mulia yang harus diamalkan oleh setiap orang.
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sukar memaafkan kesalahan orang lain. Ini kerana, mereka mudah marah terhadap kesalahan yang dilakukan terhadap mereka. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahawa memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa maaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeza dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Kebanyakan orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Tetapi , sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Kerana mereka tahu bahawa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membezakan antara kesalahan besar dan kecil. Ada juga yang telah menyakiti mereka tanpa sengaja. Namun ,orang-orang beriman tahu bahawa segala sesuatu yang berlaku adalah kehendak Allah, dan ia sesuai dengan takdir tertentu, dan ini kerana, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Menurut kajian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahawa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sihat jiwa dan raga. Pengkaji-pengkaji menyatakan bahawa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Kajian tersebut menunjukkan bahawa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah sahaja tetapi jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahawa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada masalah jiwa dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress (tekanan jiwa), susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Dalam bukunya, Forgive for Good (Maafkanlah demi Kebaikan) Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resepi yang telah terbukti bagi kesihatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf mendorong terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Beliau mengatakan bahawa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" (Memaafkan), yang diterbitkan Healing Current Magazine (Majalah Penyembuhan Masa Kini) edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
Publié par hiKmatiar.....
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur'an adalah sikap
memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur'an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan
dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit
memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan
apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang
beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka),
maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At
Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang
terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang
demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43)
Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang
bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana
dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain." (QS. Ali `Imraan, 3:134)
Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan
oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan
yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan
darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang
terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat
melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada
pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena
serangan jantung.
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah
berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al
Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan
seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk
membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap
mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap
memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa
manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka,
mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-
orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan
orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara
kesalahan besar dan kecil. orang-orang beriman tahu bahwa segala
sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir
tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini,
tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa
mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun
raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka
berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih
baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai
contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala
pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress
[tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada
orang-orang ini.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap
sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr.
Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah
terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan
bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran
seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi
kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr.
Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang
dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan
mengatakan bahwa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak
berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem
pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan
tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa
normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang
membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya
sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan
Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan
September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap
seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri
orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani
mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari
setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan
kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka
mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa,
meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin
menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan
dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan
orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah
keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di
sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian
dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari
kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat,
baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari
memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk
mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti
ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah
dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur'an, adalah satu saja dari banyak
sumber kearifan yang dikandungnya.
Oleh itu jugalah agama menganjurkan kita agar MEMAAFKAN KESALAHAN saudara seIslam kita apatah lagi yang bergelar sahabat atau kawan seperjuangan.
Kita tidak hina kerana memaafkan kesalahan sahabat. Begitu juga kita tidak hina kerana mengaku kesalahan yang telah berlaku.
Sifat MEMAAFKAN KESALAHAN orang lain adalah antara sifat yang sangat mulia.
Imam al-Ghazali ada menyebut dalam kitabnya Bimbingan Mukminin bahawa keterlanjuran kawan di dalam agamanya boleh ditegur secara lemah-lembut dengan jalan nasihat. Jika kawan itu terus tidak mengendahkan nasihat, maka menurut pendapat para salaf, hendaklah memutuskan perhubungan dengannya. Setengah yang lain berpendapat boleh diteruskan perhubungan dan rasa kasih sayang dengannya, tetapi harus membenci segala kelakuannya yang buruk itu.
Adapun ketelanjurannya terhadap diri kamu meskipun membosankan, tiada diragukan lagi utamanya dimaafkan dan menanggung dengan penuh daya-upaya segala kesalahannya itu. Malah harus dibalas dengan cara yang baik, ataupun mengharapkan sesuatu keuzuran daripadanya, sama ada dalam waktu yang dekat mahupun jauh.
Ada orang berkata: Sewajarnyalah anda mencari alasan bagi keterlanjuran sahabatmu itu hingga 70 macam alasan (keuzuran). Andaikata jiwamu tiada dapat menerima alasan itu, maka jangan disalahkan orang lain melainkan dirimu sendiri. Katakanlah kepada dirimu ketika itu: Alangkah kerasnya hatimu itu. Sahabatmu mengemukakan keuzurannnya hingga 70 kali, kamu masih tidak mahu menerimanya Sebenarnya engkaulah yang tercela dan bukan sahabatmu!
Walau bagaimanapun sekalipun, bila seorang sahabat mengemukakan sebab-sebab keuzurannya, sama ada bohong apatah lagi kalau betul, maka hendaklah anda menerima keuzuran itu, sebab orang Mu’min yang sejati ketika dalam keadaaran marah, dia segera pula redha dengan alasan yang dikemukakan kepadanya. Dan kalau mesti marah atau benci pun, maka janganlah bersikap keterlaluan.
Allah telah berfirman:
عَسَى اللَّهُ أَن يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُم مِّنْهُم مَّوَدَّةً
Maksudnya :
“Moga-moga Allah akan menukarkan keadaan kamu dengan orang-orang yang kamu bermusuh-musuhan itu dengan kasih sayang.” (al-Mumtahinah: 7)
Kemarahan,dendam dan kemaafan kesemua tiga saling berkaitan antara satu sama lain. Maaf dendam dan marah tapi kemaafan itu adalah penting dalam diri manusia tak kira agama,bangsa dan warganegara.
Definisi dendam iaitu ianya terhasil daripada perasaan yang marah ataupun nafsu amarah,ianya satu perasaan yang membuak-buak apabila ditahan seseorang kerana tidak terdaya ataupun dipendam perasaannya.
Defini marah iaitu pula iaitu marah yang dipendam dalam hati dan ianya bercampur dengan perasaan benci terhadap seseorang individu,manakala definisi hasad dengki iaitu apabila si dendam mengetahwi orang yang beliau dendam ataupun benci menerima musibah pada diri beliau.
Masyalllah dijauhkan kita dari sifat dendam dan hasad dengki,juga perasaan buruk sangka.
- Memutuskan perhubungan sesama manusia,nabi tidak menyukai umatnya yang saling benci membenci.
- Tidak bersedia menerima mahupun memaafkan pihak terbabit sebagai tanda memandang hina kepada individu tersebut.
- Mengejek dan memperli individu tersebut.
- Memusuhi dan menganiayai individu tersebut.
Sekiranya sifat mahupun perilaku anda sepertimana diatas,ianya akan menjadi bertambah buruk dan sifat dendam anda semakin kesumat ( Dendam Orang Minya).
Justeru itu salinlah maaf bermaafan sesama manusia,si suami sebelum tidur maafkan si isteri, begitu jugak kepada individu semasa individu lain, Nabi Muhammad saw menyukai umatnya yang saling maaf memaafkan kesilapan satu sama lain. Sedangkan nabi muhammad saw memaafkan umatnya,inikan kita umatnya apalah sangat, tak jatuh maruah atau pun harga diri anda kalau saling maaf memaafi antara satu sama lain.
Bagaimana menangani dendam?Pertama ialah murnikan hati, sucikan jiwa, sucikan hati dengan solat taubat banyak-banyak, minta maaf dengan orang dan juga redha. Kita pun kadang-kadang banyak buat silap kat orang, redhalah orang buat silap dekat kita. Kedua ialah cari emas dan cari hikmah dalam setiap kejadian. Kita teraniaya ada hikmahnya sebab bila tuhan nak beri kebaikan tuhan mulakan dengan musibah. Jadi jangan kecil hati. Mula berfikir apabila kita ditimpa musibah sebab ada emas dan kebaikan setiap kali musibah diturunkan kepada kita. Jika masalah kita tu berat sangat, minta bantuan dari pakar. Jumpa ulama’, jumpa kaunselor dan sebagainya. Berkawan dengan orang-orang positif, jangan pula berkawan dengan batu api. Nanti lagi dia api-apikan kita suruh buat perkara yang tidak sepatutnya. Dan yang paling penting ialah, slow talk dengan orang yang kita berdendam. Mungkin dari sini, semua dendam akan terhapus.
Mana yang baik datang dari allah swt,mana yang kurang elok datang dari diri penulis sendiri,semuga ianya menjadi wadah buat anda semua,saling maaf memaafi satu sama lain sebelum tidur.
Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah berkata, Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda "Ada seorang laki-laki dari umat sebelum kalian yang didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Dia ditanya, 'Adakah kebaikan yang kamu lakukan?' Dia menjawab, 'Aku tidak tahu.' Dikatakan kepadanya, 'Lihatlah.' Dia menjawab, 'Aku tidak mengetahui apapun. Hanya saja, di dunia aku berjual beli dengan orang-orang dan membalas mereka. Lalu aku memberi kesempatan kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang kesulitan.' Maka Allah memasukkannya ke surga.'"
Dalam riwayat Hudzaifah juga, "Para malaikat menerima ruh seorang laki-laki dari kalangan umat sebelum kalian. Mereka bertanya, 'Apakah kamu melakukan suatu kebaikan?' Dia menjawab, 'Aku memerintahkan para pegawaiku agar memberi kesempatan kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu.' Maka mereka memaafkannya."
Dalam riwayat Abu Hurairah dengan lafadz, "Ada seorang saudagar yang memberi hutang kepada orang-orang. Jika dia melihat seorang dalam kesulitan, dia berkata kepada pegawainya, 'Maafkanlah dia, mudah-mudahan Allah memaafkan kita.'" Maka Allah memaafkannya."
Takhrij Hadis
Riwayat pertama diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Ahadisil Anbiya', bab keterangan tentang Bani Israel, 6/494, no. 3451.
Riwayat kedua dalam Shahih Bukhari dalam Kitabul Buyu', bab orang yang menangguhkan orang yang mampu, 4/307, no. 2077. Bukhari meriwayatkan pula dari Abu Hurairah dalam Kibatul Buyu', bab orang yang menangguhkan orang yang tidak mampu.
Riwayat ketiga dalam Shahih, Kitabul Buyu', bab orang yang menangguhkan orang yang tidak mampu, 4/304, no. 2078.
Diriwayaktan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Hudzaifah, Abu Hurairah dan Abu Mas'ud dalam Kitabul Musaqah, bab keutamaan menangguhkan orang yang tidak mampu, 3/1194, no. 1560-1561.
Penjelasan Hadis
Allah memberitahukan kepada kita bahwa ketika kematian mendatangi seorang hamba dan ajalnya telah tiba, maka malaikat mendatanginya. Jika dia adalah orang yang beriman, maka malaikat memberinya berita gembira. Jika dia adalah orang kafir, maka malaikat bertanya kepadanya, mencelanya, menyiksanya dan menyampaikan berita gembira neraka. Allah berfirman tentang kematian orang mukmin, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Rabb kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (Fushshilat: 30).
Allah berfirman tentang orang kafir para pendosa ketika ajal menjemput, "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para Malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa: 97).
Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan berita tentang seorang laki-laki dari umat sebelum kita yang didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Malaikat bertanya kepadanya tentang amal kebaikan yang dilakukannya di dunia. Orang ini tidak menemukan amal kebaikan untuk dirinya. Ketika orang ini menjawab bahwa dirinya tidak memiliki kebaikan satupun, maka mereka meminta agar meneliti ulang. Dia tetap tidak menemukan amal kebaikan kecuali hanya perniagaaan yang menjadi profesinya. Dia memerintahkan agar pegawai yang bekerja padanya supaya menangguhkan orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu. Dia menjelaskan alasannya kepada mereka dan berkata, "Semoga Allah memaafkan kita." Maka Allah memenuhi harapannya, memaafkan dan mengampuninya.
Muamalah seperti yang dicontohkan oleh laki-laki ini merupakan muamalaah yang diharapkan oleh Islam. Ia didasarkan kepada kemudahanan dalam jual-beli dan kelapangan dalam bermuamalah. Memudahkan urusan bagi orang-orang yang mampu dan memaafkan orang-orang yang tidak mampu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah berdoa untuk orang yang bersifat demikian, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berlapang dada jika menjual, berlapang dada jika membeli, berlapang dada jika membayar, dan berlapang dada jika menuntut."
Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis
1. Keutamaan memberi tempo kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu. Pelakunya yang ikhlas mendapatkan janji maaf dari Allah pada saat bertemu dengan-Nya.
2. Luasnya rahmat Allah. Hanya dengan amal sedikit, seorang hamba bisa mendapatkan pahala besar. Laki-laki ini diampuni dan dimaafkan oleh Allah hanya dengan amalan yang kecil.
3. Seorang hamba mukmin tidak dikafirkan hanya karena dia melakukan dosa besar. Laki-laki ini tidak melakukan kebaikan kecuali amal ini. Dia meninggalakan kewajiban-kewajiban, namun Allah mengampuni dan memaafkannya.
4. Pertanyaan malaikat kepada seorang hamba manakala ia datang kepadanya untuk mencabut nyawanya, sebagaimana laki-laki ini ditanya dan juga sebagaimana yang Allah sampaikan dalam ayat yang kita nukil dalam bab penjelasan.
5. Menetapkan kaidah besar dalam urusan sifat Allah. Kaidah ini adalah, 'Setiap kesempurnaan tanpa kekurangan yang ditetapkan untuk makhluk, maka Allah lebih berhak.' Di antaranya adalah memaafkan orang-orang dalam bermuamalah. Allah berfirman, "Kami lebih berhak dengan itu daripada dia, maafkanlah dia." Riwayat ini dalam Shahih Muslim.
6. Boleh jual-beli secara tunda. Laki-laki dalam hadis ini melakukan hal itu. Dia memberi tempo kepada orang yang mampu dan memaafkan yang tidak mampu.
Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 270 - 273.
SIFAT PEMAAF RASULULLAH
NABI Muhammad SAW ialah seorang nabi dan rasul yang memiliki akhlak terpuji. Baginda seorang insan mulia yang sanggup memaafkan kesalahan orang lain.
Pada suatu hari, ketika baginda sedang berehat-rehat, datanglah seorang wanita Yahudi membawa hidangan yang lazat berupa kambing panggang.
Wanita itu mengetahui bahawa Rasulullah amat gemar kambing panggang.
Bahagian kegemaran baginda ialah paha kanan bahagian depan. Lalu wanita tersebut menabur racun di atas kambing panggang itu.
Dia melebihkan racun di paha kanan hadapan kambing yang dihidangkan itu.
Setelah melihat hidangan itu, maka Rasulullah pun berasa lapar. Selepas membaca bismillah, baginda pun makan dengan berselera sekali.
Baginda makan bersama seorang sahabat, Bisyir bin Barra bin Ma’rur. Namun, sewaktu baginda sedang mengunyah makanan itu, timbul perasaan was-was di hati.
Rasulullah pun meluahkan kembali daging kambing panggang yang sedang dikunyah.
Ternyata suara hati baginda itu benar. Bisyir bin Barra bin Ma’rur telah menjadi korban. Sahabat baginda itu meninggal dunia kerana termakan racun dalam makanan tersebut.
Rasulullah pun bertanya dan wanita Yahudi itu mengaku secara berterus terang tanpa berselindung berkata: “Aku mahu menguji kamu. Jika engkau seorang rasul, sudah pasti engkau akan mendapat petunjuk mengenai hal ini. Tetapi kalau engkau hanya orang biasa, maka aku pasti merasa puas kerana dapat menyingkirmu kerana engkau telah banyak membawa kemusnahan kepada kaum Yahudi.”
Rasulullah mendengar penjelasan wanita itu dengan tenang. Kemudian, baginda pun memaafkan wanita itu. Baginda tidak menghukum wanita itu walaupun perbuatannya itu telah mengakibatkan kematian seorang sahabat baginda.
Baginda sanggup memberi kemaafan kepada seorang wanita yang ternyata mahu membunuh baginda.